Diceritakan oleh sebahagian orang salih:
Pekerjaanku adalah sebagai penolak rakit di sungai, yakni aku memindahkan penumpang dari satu tebing sungai ke tebingnya yang lain. Hal itu sudah ku lakukan sejak bertahun-tahun lamanya. Pada suatu hari, datanglah seorang lelaki tua yang sangat bersinar-sinar wajahnya, ia mendekatiku lalu memberi salam. Aku pun membalas salamnya dengan baik.
"Tuan!" berkata orang tua itu kepadaku. "Bolehkah tuan menyeberangkanku ke tebing sebelah sana secara ikhlas lillahi ta'ala?"
"Boleh," jawabku. "Aku boleh membawamu ke sana dengan ikhlas, tanpa bayaran!" Lelaki tua itu pun menaiki rakitku dan aku pun menjalankan rakit itu menuju ke tebing yang sebelah. Saat tiba di tebing sana, orang itu berkata lagi:
"Tuan, aku akan memberikan sesuatu kepada tuan, maukah tuan menjaganya?"
"Apakah itu?" tanyaku kepadanya. "Hanya suatu bungkusan dan sebilah tongkat. Apabila datang hari besok hampir waktu dhuhur, tuan akan menemukan diriku mati di bawah pohon itu," dia berkata begitu sambil menunjukkan pohon yang dimaksudkan. Kemudian dia menyambung pesanannya lagi:
"Maka mandikan dan bungkuslah aku dengan kain yang ada di bawah kepalaku, kemudian sholatkanlah aku dan kebumikan aku di bawah pohon itu. Setelah itu ambillah bungkusan ini serta tongkatnya lalu simpanlah dia baik-baik. Sewaktu-waktu kalau ada orang yang memintanya berikanlah kepadanya!" pesannya dengan sungguh-sungguh.
"Itu saja pesananmu?!" tanyaku lagi, Dia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Baiklah," kataku dengan penuh keheranan. Malam itu aku tak dapat tidur karena terus memikirkan keadaan orang itu. Betulkah dia akan mati, seperti yang dia katakan? Kalau tidak, buat apa aku memikul bebanan amanat ini! Apabila menjelang pagi, aku segera pergi ke tempat rakitku untuk bekerja, sambil menunggu waktu yang ditetapkannya itu.
Apablia menjelang waktu dhuhur, aku pun duduk termangu-mangu dan hatiku berdebar-debar. Tiba-tiba aku terlena dan terus tertidur, dan baru bangun ketika waktu menjelang Asar. Aku teringat akan janjiku kepada lelaki tua itu, dan aku cepat-cepat menuju ke bawah pohon yang ditunjukkan kepadaku semalam. Ternyata benar lelaki itu telah meninggal dunia di sana, dan wajahnya semakin bersinar-sinar.
"Inna Lillaahi Wa Innaa llaihi Raji'uun!" lisanku mengucap. Aku pun segera membereskan mayatnya, memandikannya lalu membungkusnya dengan kain yang diletakkan di bawah kepalanya yang baunya sangat harum sekali. Kemudian mensholatinya dan menggali kubur di bawah pohon. Ternyata di sana telah terdapat kuburan yang dibuat dari batu yang sangat halus sekali buatannya. Aku masukkan jasad itu ke dalamnya, lalu menimbuni kubur itu dengan tanah, dan aku ambil bungkusan serta tongkat titipannya dan menyimpannya di rumah.
Hari itu, aku terpaksa bekerja sampai pagi untuk menggantikan masa aku gunakan untuk menyelenggarakan pengebumian mayat lelaki tua tadi. Apabila menjelang fajar, datanglah seorang pemuda kepadaku seraya memandangku dengan pandangan yang tajam sekali. Setelah aku mengamat-amatinya, aku mengenalinya. la adalah seorang pemuda yang biasa bermain sandiwara, dan biasa menyanyi dan menari. la memakai baju yang tipis, sementara jari-jarinya penuh dengan pacar. Pemuda itu mendekatiku seraya memberi salam. Aku membalas salamnya. la bertanya:
"Benarkah tuan ini fulan bin fulan?" aku hairan bagaimana dia tahu namaku.
"Betul", jawabku. "Jika demikian, di manakah amanat itu?"
"Amanat apa?" tanyaku kembali.
"Sebuah bungkusan dan sebilah tongkat," pemuda itu memberitahuku.
"Siapakah yang memberitahukan hal itu kepadamu?"
"Aku sendiri tak mengerti," jawabnya, "tapi tadi malam aku sedang di rumah teman untuk meraikan pesta perkawinan. Aku menari-nari serta menyanyi sampai jauh malam dan aku pun tidur di sana. Tiba-tiba datang seorang yang tak ku kenal membangunkanku seraya berkata:
"Wahai pemuda, bangunlah! Ketahuilah bahawa Allah s.w.t. telah mematikan seorang walinya, dan menjadikan dirimu sebagai gantinya. Nah pergilah sekarang juga dan temui fulan bin fulan yang bekerja sebagai penolak rakit, dan ketahuilah bahawa sesungguhnya wali Allah yang mati itu meninggalkan amanah untukmu, iaitu berupa sebuah bungkusan dan sebilah tongkat."
Aku benar-benar keheranan mendengar penuturan pemuda itu, dan aku pun menyerahkan kedua amanah itu kepadanya. la menerimanya lalu menanggalkan pakaiannya yang di atas badan, kemudian mandi dan berwudhu, lalu membuka bungkusan itu yang ternyata di dalamnya ada sepasang pakaian, lalu memakainya, dan memegang tongkat. Kemudian dia datang kepadaku seraya berkata:
"Terima kasih karena kau sanggup menjaga amanat ini, semoga Tuhan saja yang membalasmu!"
Kemudian pemuda itu pergi meninggalkanku. Ke mana dia pergi, aku pun tidak tahu. Di sepanjang-panjang hari itu, aku terus memikirkan tentang pemuda itu, dan bagaimana dia dengan kehidupannya yang lalai dan sia-sia dapat menerima amanat wali yang mati itu. Bila aku merasa penat, aku pun tidur. Dalam tidurku itu aku mendengar suatu suara yang mengatakan:
"Wahai hamba Allah! Apakah engkau keberatan jika Allah berkenan melimpahkan kurnianya kepada hambanya yang selalu membuat durhaka kepadaNya? Ketahuilah, bahawa Allah berhak sepenuhnya untuk memberikan kelebihannya kepada sesiapa pun, takdirnya adalah menurut iradatnya!"
Pada masa itulah, aku terkejut dari tidurku, lalu bangun menangis sejadi-jadinya. Dalam menangis itu aku bermohon: "Ya Allah! Berilah hambamu ini rahmat dan belas-kasihmu! Berilah pertolongan untuk berbakti kepadamu, bersyukur atas segala nikmatmu, dan bersabar atas segala cobaanmu! Amin"
COPY LINK HALAMAN
Pekerjaanku adalah sebagai penolak rakit di sungai, yakni aku memindahkan penumpang dari satu tebing sungai ke tebingnya yang lain. Hal itu sudah ku lakukan sejak bertahun-tahun lamanya. Pada suatu hari, datanglah seorang lelaki tua yang sangat bersinar-sinar wajahnya, ia mendekatiku lalu memberi salam. Aku pun membalas salamnya dengan baik.
"Tuan!" berkata orang tua itu kepadaku. "Bolehkah tuan menyeberangkanku ke tebing sebelah sana secara ikhlas lillahi ta'ala?"
"Boleh," jawabku. "Aku boleh membawamu ke sana dengan ikhlas, tanpa bayaran!" Lelaki tua itu pun menaiki rakitku dan aku pun menjalankan rakit itu menuju ke tebing yang sebelah. Saat tiba di tebing sana, orang itu berkata lagi:
"Tuan, aku akan memberikan sesuatu kepada tuan, maukah tuan menjaganya?"
"Apakah itu?" tanyaku kepadanya. "Hanya suatu bungkusan dan sebilah tongkat. Apabila datang hari besok hampir waktu dhuhur, tuan akan menemukan diriku mati di bawah pohon itu," dia berkata begitu sambil menunjukkan pohon yang dimaksudkan. Kemudian dia menyambung pesanannya lagi:
"Maka mandikan dan bungkuslah aku dengan kain yang ada di bawah kepalaku, kemudian sholatkanlah aku dan kebumikan aku di bawah pohon itu. Setelah itu ambillah bungkusan ini serta tongkatnya lalu simpanlah dia baik-baik. Sewaktu-waktu kalau ada orang yang memintanya berikanlah kepadanya!" pesannya dengan sungguh-sungguh.
"Itu saja pesananmu?!" tanyaku lagi, Dia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Baiklah," kataku dengan penuh keheranan. Malam itu aku tak dapat tidur karena terus memikirkan keadaan orang itu. Betulkah dia akan mati, seperti yang dia katakan? Kalau tidak, buat apa aku memikul bebanan amanat ini! Apabila menjelang pagi, aku segera pergi ke tempat rakitku untuk bekerja, sambil menunggu waktu yang ditetapkannya itu.
Apablia menjelang waktu dhuhur, aku pun duduk termangu-mangu dan hatiku berdebar-debar. Tiba-tiba aku terlena dan terus tertidur, dan baru bangun ketika waktu menjelang Asar. Aku teringat akan janjiku kepada lelaki tua itu, dan aku cepat-cepat menuju ke bawah pohon yang ditunjukkan kepadaku semalam. Ternyata benar lelaki itu telah meninggal dunia di sana, dan wajahnya semakin bersinar-sinar.
"Inna Lillaahi Wa Innaa llaihi Raji'uun!" lisanku mengucap. Aku pun segera membereskan mayatnya, memandikannya lalu membungkusnya dengan kain yang diletakkan di bawah kepalanya yang baunya sangat harum sekali. Kemudian mensholatinya dan menggali kubur di bawah pohon. Ternyata di sana telah terdapat kuburan yang dibuat dari batu yang sangat halus sekali buatannya. Aku masukkan jasad itu ke dalamnya, lalu menimbuni kubur itu dengan tanah, dan aku ambil bungkusan serta tongkat titipannya dan menyimpannya di rumah.
Hari itu, aku terpaksa bekerja sampai pagi untuk menggantikan masa aku gunakan untuk menyelenggarakan pengebumian mayat lelaki tua tadi. Apabila menjelang fajar, datanglah seorang pemuda kepadaku seraya memandangku dengan pandangan yang tajam sekali. Setelah aku mengamat-amatinya, aku mengenalinya. la adalah seorang pemuda yang biasa bermain sandiwara, dan biasa menyanyi dan menari. la memakai baju yang tipis, sementara jari-jarinya penuh dengan pacar. Pemuda itu mendekatiku seraya memberi salam. Aku membalas salamnya. la bertanya:
"Benarkah tuan ini fulan bin fulan?" aku hairan bagaimana dia tahu namaku.
"Betul", jawabku. "Jika demikian, di manakah amanat itu?"
"Amanat apa?" tanyaku kembali.
"Sebuah bungkusan dan sebilah tongkat," pemuda itu memberitahuku.
"Siapakah yang memberitahukan hal itu kepadamu?"
"Aku sendiri tak mengerti," jawabnya, "tapi tadi malam aku sedang di rumah teman untuk meraikan pesta perkawinan. Aku menari-nari serta menyanyi sampai jauh malam dan aku pun tidur di sana. Tiba-tiba datang seorang yang tak ku kenal membangunkanku seraya berkata:
"Wahai pemuda, bangunlah! Ketahuilah bahawa Allah s.w.t. telah mematikan seorang walinya, dan menjadikan dirimu sebagai gantinya. Nah pergilah sekarang juga dan temui fulan bin fulan yang bekerja sebagai penolak rakit, dan ketahuilah bahawa sesungguhnya wali Allah yang mati itu meninggalkan amanah untukmu, iaitu berupa sebuah bungkusan dan sebilah tongkat."
Aku benar-benar keheranan mendengar penuturan pemuda itu, dan aku pun menyerahkan kedua amanah itu kepadanya. la menerimanya lalu menanggalkan pakaiannya yang di atas badan, kemudian mandi dan berwudhu, lalu membuka bungkusan itu yang ternyata di dalamnya ada sepasang pakaian, lalu memakainya, dan memegang tongkat. Kemudian dia datang kepadaku seraya berkata:
"Terima kasih karena kau sanggup menjaga amanat ini, semoga Tuhan saja yang membalasmu!"
Kemudian pemuda itu pergi meninggalkanku. Ke mana dia pergi, aku pun tidak tahu. Di sepanjang-panjang hari itu, aku terus memikirkan tentang pemuda itu, dan bagaimana dia dengan kehidupannya yang lalai dan sia-sia dapat menerima amanat wali yang mati itu. Bila aku merasa penat, aku pun tidur. Dalam tidurku itu aku mendengar suatu suara yang mengatakan:
"Wahai hamba Allah! Apakah engkau keberatan jika Allah berkenan melimpahkan kurnianya kepada hambanya yang selalu membuat durhaka kepadaNya? Ketahuilah, bahawa Allah berhak sepenuhnya untuk memberikan kelebihannya kepada sesiapa pun, takdirnya adalah menurut iradatnya!"
Pada masa itulah, aku terkejut dari tidurku, lalu bangun menangis sejadi-jadinya. Dalam menangis itu aku bermohon: "Ya Allah! Berilah hambamu ini rahmat dan belas-kasihmu! Berilah pertolongan untuk berbakti kepadamu, bersyukur atas segala nikmatmu, dan bersabar atas segala cobaanmu! Amin"